Di tengah hamparan tanah terbuka, tanpa kasur empuk, tanpa bantal mewah, ribuan jamaah haji terlelap dalam balutan kain ihram yang sederhana. Inilah Muzdalifah—salah satu titik penting dalam rangkaian ibadah haji, di mana seluruh jamaah berkumpul selepas wukuf di Arafah untuk bermalam, berzikir, dan memungut batu untuk melontar jumrah.
Tidur beralaskan tikar atau hanya kain di atas tanah, beratapkan langit malam yang penuh bintang dan diterangi lampu jalan, menjadi pengingat betapa kecil dan sederhananya manusia di hadapan Sang Pencipta. Tak ada perbedaan antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat jelata, semua sama: mengenakan dua helai kain, menanggalkan status duniawi, dan bersatu dalam tujuan yang sama—menggapai ampunan dan ridha Allah.
Kesan
Kebersamaan dalam kesederhanaan: Ribuan orang dari berbagai bangsa dan latar belakang tidur bersama di tempat terbuka. Tidak ada sekat sosial. Semua menyatu dalam ibadah dan penghambaan.
Kedisiplinan spiritual: Meskipun kondisinya tidak nyaman, jamaah tetap melaksanakan kewajiban haji dengan penuh kesabaran dan ketaatan.
Keikhlasan dan kerendahan hati: Mereka rela meninggalkan kenyamanan dunia demi mendekat kepada Tuhan. Ini adalah gambaran nyata dari keikhlasan yang luar biasa.
Pesan yang Bisa Dipetik
1. Kesederhanaan adalah kekuatan spiritual. Hidup tidak harus mewah untuk menemukan makna sejati.
2. Persamaan derajat manusia. Di hadapan Allah, semua manusia setara. Haji mengajarkan kita untuk menanggalkan identitas duniawi.
3. Pentingnya niat dan pengorbanan dalam ibadah. Tidur di tanah bukan ketidaknyamanan, tapi bukti kecintaan kepada Allah dan kesiapan berkorban demi-Nya