Download Aplikasi SantriLampung.
  • Bertaqwalah! sebab kita tidak tahu akan hidup sampai esok atau tidak.
    - Sauqi
  • Tafakurlah! temukan bekal untuk dibawa mati, kehidupan setelah mati Lama sekali.
    - Gusmuluk
  • Hisablah dirimu, Sebelum dihisab oleh Allah Taala. Hitung dosamu, bayangkan siksamu.
    - Hadits
  • Mati bukan untuk ditakuti tapi untuk disiapi, disikapi dengan ketaatan.
    - Mbah kholil
  • Dunia hanya beberapa saat, tidak terasa, tinggalkan kenangan yang baik.
    - saklarjiwa
JALAN KE SYURGA

You may want to read this post:
  • Bersyukur menurut Imam Ghozali
  • Pernikahan Muhallil
  • Duhai Pemuda Muslim Indonesia

Aturan Pengamalan Hadits Dhaif

3 min read
   19417    7268    19476


Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam yang berfungsi menjelaskan, mengukuhkan serta 'melengkapi' firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Terdapat beberapa macam hadits yang akan kita paparkan dibawah ini.


Dalam pengamalannya, terjadi silang pendapat di antara ulama. Sebagian kalangan ada yang tidak membenarkan untuk mengamalkan Hadts Dha'if. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Hadits tersebut bukan dari Nabi Muhammad SAW. Lalu apakah sebenarnya yang disebut Hadits Dha'if itu? Benarkah kita tidak boleh mengamalkan Hadits Dha'if?


Secara umum Hadits itu ada tiga macam. 


Pertama, Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, punya daya ingatan yang kuat, mempunyai sanad (mata rantai orang-orang yang meriwayatkan hadits) yang bersambung ke Rasulullah SAW, tidak memiliki kekurangan serta tidak syadz (menyalahi aturan umum). Para ulama sepakat bahwa hadits ini dapat dijadikan dalil, baik dalam masalah hukum, aqidah dan lainnya.


Kedua, Hadits Hasan, yakni hadits yang tingkatannya berada di bawah Hadits Shahih, karena para periwayat hadits ini memiliki kualitas yang lebih rendah dari para perawi Hadits Shahih. Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil sebagaimana Hadits Shahih.


 
Membelai Jiwa

Ads by Google Pasang Iklan Klik Disini
  • Panduan Daftar Haji Reguler
  • 3 tingkatan Doa hadapi Musibah

Ketiga, Hadits Dha'if, yakni hadits yang bukan Shahih dan juga bukan Hasan, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perawi hadits, atau para perawinya tidak mencapai tingkatan sebagai perawi Hadits Hasan.


Hadits Dha'if ini terbagi menjadi dua. 


Pertama, ada riwayat lain yang dapat menghilangkan dari ke-dha'if-annya. Hadits semacam ini disebut Hadits Hasan li Ghairih, sehingga dapat diamalkan serta boleh dijadikan sebagai dalil syar'i. 


Kedua, hadits yang tetap dalam ke-dha'if-annya. Hal ini terjadi karena tidak ada riwayat lain yang menguatkan, atau karena para perawi hadits yang lain itu termasuk orang yang dicurigai sebagai pendusta, tidak kuat hafalannya atau fasiq.



Dalam kategori yang kedua ini, para ulama mengatakan bahwa Hadits Dha'if hanya dapat diberlakukan dalam fada'ilul a’mal, yakni setiap ketentuan yang tidak berhubungan dengan akidah, tafsir atau hukum, yakni hadits-hadits yang menjelaskan tentang targhib wa tarhib (janji-janji dan ancaman Allah SWT).

Daftar Baca :
  • Mengenal Allah
  • Buah Maja
  • Bergunjing mendatangkan Kerugian


Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa telah terjadi ijma' di kalangan ulama tentang kebolehan mengamalkan Hadits Dha'if jika berkaitan dengan fadha'ilul a'mal ini. Sedangkan dalam masalah hukum, tafsir ayat Al-Qur' an, serta akidah, maka apa yang termaktub dalam hadits tersebut tidak dapat dijadikan pedoman. Sebagaimana yang disitir oleh Sayyid 'Alawi al-Maliki dalam kitabnya Majmu' Fatawi wa Rasa'il:


"Para ulama ahli Hadits dan lainnya sepakat bahwa Hadits Dha'if dapat dijadikan pedoman dalam masalah fadha'il al-a’mal. Di antara ulama yang mengatakannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ibn Mubarak, dan Sufyan, al-Anbari serta ulama lainnya. (Bahkan) Ada yang menyatakan, bahwa mereka pernah berkata: Apabila kami meriwayatkan (Hadfts) menyangkut perkara halal ataupun yang haram, maka kami akan berhati-hati. Tapi apabila kami meriwayatkan Hadfts tentang fadha'il al-a’mal, maka kami melonggarkannya". (Majmu' Fatawi wa Rasa'il, 251)


Namun begitu, kebolehan ini harus memenuhi tiga syarat. Pertama, bukan hadits yang sangat dha'if. Karena itu, tidak boleh mengamalkan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang sudah terkenal sebagai pendusta, fasiq, orang yang sudah terbiasa berbuat salah dan semacamnya.


Kedua, masih berada di bawah naungan ketentuan umum serta kaidah-­kaidah yang universal. Dengan kata lain, hadits tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama, tidak sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.


Ketiga, tidak berkeyakinan bahwa perbuatan tersebut berdasarkan Hadits Dha'if, namun perbuatan itu dilaksanakan dalam rangka ihtiyath atau berhati-hati dalam masalah agama.


Maka, dapat kita ketahui, bahwa kita tidak serta merta menolak Hadits Dha'if. Dalam hal-hal tertentu masih diperkenankan mengamalkannya dengan syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas.


Blogger and WriterCreator Lampung yang masih harus banyak belajar.

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.
Sαƙʅαɾ Jιɯα - ⓢⓤⓑⓐⓡⓓⓘ.ⓒⓞⓜ Developed by Jago Desain