"Wahai anakku,
sesungguhnya hikmah itu mendudukkan orang-orang miskin di
tempat para raja."
Mengetahui kebenaran sebagaimana yang dimaksud di atas,
itulah yang disebut hikmah. Sederhananya memahami makna kebenaran dari nasihat itu disebut ilmu hikmah. Dengan hikmah, manusia akan lebih
mudah menjalani hidup sesuai dengan kehendak ilahi, karena
hikmah akan berfungsi sebagai kendalinya.
Sama seperti halnya dengan rezeki, maka al-hikmah ini pun
hanya diberikan Allah kepada orang-orang yang berusaha untuk
mendapatkannya; yaitu orang yang menggunakan kemampuan akal dan rasa yang dimilikinya untuk berpikir (bertafakur). Semakin sungguh-sungguh usaha yang dilakukannya, maka
semakin tinggi pula kualitas al-hikmah yang diperoleh dari-Nya.
Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,
"Tiada ilmu yang lebih
baik daripada hasil tafakur."
Di dalam A-Qur'an, ditemukan
tidak kurang dari 130 kali perintah Allah untuk berpikir (antara
lain pada surat Shaad:29, Adz-Dzariyaat:20-21, Yunus:24); serta kehinaan
akan menimpa orang yang tidak mau berpikir (A-Furqan:44, A-
A'raaf:179, Al-Mulk:10).
Berpikir terbukti merupakan pelita hati, karena itu apabila ia tidak
dihidupkan, maka hati akan gelap gulita. Orang yang serius berpikir tentang apa-apa yang telah Allah ciptakan; atau pun tentang
sakratulmaut, siksa kubur, maupun kesulitan-kesulitan yang akan
dijumpai di hari kiamat kelak, niscaya akan mendapatkan pencerahan jiwa.
Demikian besar keutamaaan bertafakur, sehingga
Rasulullah pun pernah bersabda:
"Bertafakur sejenak lebih baik
daripada ibadah satu tahun".
Mengapa Rasulullah berwasiat
demikian ? hal itu semata-mata karena beliau
ingin menyelamatkan umatnya agar kelak tidak dijadikan untuk isi
neraka, sebagaimana peringatan Allah dalam Al-Qur'an:
Dan sesungguhnya Kami ciptakan
untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan
dari jin dan manusia. Mereka mempunyai
hati tapi tidak dipergunakan untuk memaha-mi ( ayat-ayat Allah ), mempunyai mata tidak
dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), mempunyai telinga tidak
dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu seperti binatang ternak,
bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai. (Al-A'raaf (7):179)
Demikian semoga menggugah jiwa yang terlena dan terpukau oleh dunia agar tidak lupa.