Sahabat, melanjutkan hasanah yang lalu dimana kita membahas masalah tafakkur, nah berikut contoh tatakur yang ringan atau sederhana:
Bila direnungkan, sedetik dari hidup ini pun sudah mukjizat. Bagainana kita bisa bernafas, punya jantung yang berdetak, mata yang berkedip dan mampu melihat cakrawala dunia, telinga yang đapat mendengar, lidah yang dapat merasakan kenikmatan makanan, titit yang bisa teng, dan seterusnya. Semuanya sungguh menakjubkan!. Namun ketika gigi kita tinggal satu, hilang satu dan sakit; kita menjadi susah makan. Ya Allah, gigi satu hilang begitu susahnya. Sekian tahun Engkau berikan gigi itu, baru sekarang disadari artinya, ketika dia copot satu gigi menjadi begitu bernilainya gigi itu, lalu bagaimana dengan tangan, hidung, mata, telinga, nganu dan otak?
Dengan bertafakur seperti ini, akan timbul rasa malu. Betapa Allah telah membeberkan karunia kepada kita yang sangat banyak, tetapi kita tidak mengabdi (beribadah bersyukur) kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh.
Sedikit tambahan agar pemahaman tafakkur kita menjadi makin mak joss:
Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya "Islam Aktual" berpendapat, seorang Muslim dituntut harus bertindak secara sadar, yaitu dengan menggunakan seluruh kemampuan / potensi intelektuainya. Menurutnya, karena itulah AI-Qur'an bertanya:
Katakan apakah sama orang yang buta dan orang yang melihat? Tidakkah mereka berpikír?" (Al-An'aam:50).
Dr. Ir. Muhammad 'Imaduddin' Abdulrahim MSc dalam buku- nya "Kuliah Tauhid" pada waktu menafsirkan surat A-A'raaf 178 mengatakan, hikmah atau hidayah Allah tidak pernah diberikan Allah secara cuma-cuma (gratis), tetapi ini hanya diberikan kepada orang-orang yang dengan sungguh-sungguh menggunakan akal dan rasa yang dimilikinya. Akal untuk menganalisa lalu memahami, dan rasa untuk meresapkan atau menghayatinya.
Dr. Nurcholish Madjid dalam bukunya "Pintu-pintu Menuju Tuhan" mengatakan, "AI-Qur'an dari waktu ke waktu menggugat manusia untuk berpikir, merenung, dan menggunakan akalnya. Berpikir adalah sebagian dari petunjuk Allah ke arah iman kepada Allah memuji mereka yang berjiwa terbuka, suka mendengarkan pendapat orang lain, kemudian mengikuti mana yang terbaik dari pendapat itu, yaitu setelah melalui kegiatan berpikir dan pemeriksaan serta pemahaman yang kritis dan teliti"
Imam Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Tiada kekayaan lebih utama daripada akal. Tiada kepapaan lebih menyedihkan daripada kebodohan. Tiada warisan lebih baik daripada pendidikan."
Mengerti atau mnengenal 'kebenaran' saja tidaklah cukup. Karena A-Qur'an mengatakan, bahwa orang yang terhindar dari "kerugian" adalah mereka yang memenuhi 4 kriteria:
Pertama, yang mengenal kebenaran;
Kedua, yang mengamalkan kebenaran;
Ketiga, yang saling nasihat menasihati mengenai kebenaran; dan
Keempat, yang sabar dan tabah dalam mengamalkan serta mengajarkan kebenaran.
AL- QUR'AN TANPA Akal lumpuh, Akal TANPA bimbingan Al- QUR'AN TERTIPU!