“Ya Allah, muliakanlah umat Nabi Muhammad ini dengan semua anugerah-Mu di dunia dan akhirat sebagai bentuk penghormatan dari-Mu bagi mereka yang telah Engkau jadikan sebagai bagian dari umat Baginda Nabi SAW.”
Syaikh Nawawi bin Umar Al-Jawi, menjelaskan ungkapan Imam Ibnu Hajar RA, berkata, “Imam Ibnu Hajar RA berkata, ‘Telah mengijazahkan kepadaku Sayyidi As-Sayyid Ahmad Al-Mirshafi Al-Mishri setelah sebelumnya aku diijazahi oleh guruku, Sayyidi As-Sayyid Abdul Wahhab bin Ahmad Farhat Asy-Syafi`i, dari masyayikh mereka, secara musalsal bil awwaliyah, sampai kepada Abdullah bin Umar bin Ash` dari Nabi SAW, bahwa beliau, Sayyidul Akhlaq wal Khalaiq (Penghulu sekalian Akhlaq Mulia dan sekalian Makhluk), SAW bersabda, ‘Orang-orang yang hatinya penuh kasih sayang disayangi oleh Yang Maha Pemilik kasih sayang Tabaraka wa Ta`ala. Maka sayangi dan kasihilah siapa pun yang ada di muka bumi, niscaya kalian akan disayangi dan dikasihi oleh siapa pun yang ada di langit.’”
Imam Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Jadilah engkau di sisi Allah sebaik-baik manusia dan jadilah engkau dalam pandangan nafsu seburuk-buruk manusia dan jadilah engkau seseorang di antara manusia.”
Makna ungkapan Imam Ali bin Abi Thalib, “Jadilah engkau di sisi Allah sebaik-baik manusia dan jadilah engkau dalam pandangan nafsu seburuk-buruk manusia”, janganlah pernah merasa memiliki kemuliaan yang membuatmu merasa lebih baik dari orang lain.
Makna ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, qaddasallahu sirrahu. Beliau berkata, “Apabila bertemu dengan seseorang, hendaklah engkau melihatnya lebih mulia atas dirimu dan engkau katakan, ‘Tentu ia lebih baik dan lebih tinggi derajatnya dariku di sisi Allah SWT.’
Bila yang engkau jumpai adalah seorang anak yang masih belia usianya, katakanlah, ‘Anak ini sungguh belum berbuat durhaka kepada Allah SWT sedang aku sungguh teramat banyak berbuat durhaka dan kemaksiatan kepada-Nya. Sungguh tiada diragukan bila ia lebih baik dariku.’ Dan bila yang engkau jumpai adalah seseorang yang sudah berumur, katakanlah, ‘Sungguh orang ini lebih dahulu beribadah kepada Allah SWT jauh sebelum aku, (maka sungguh tiada diragukan bila ia lebih baik dariku).’
Bila yang engkau jumpai adalah seorang yang alim berilmu, katakanlah, ‘Sungguh orang ini telah dianugerahi sesuatu yang belum diberikan kepadaku, telah sampai kepada pengetahuan yang aku belum mengetahuinya, telah mengetahui berbagai sesuatu yang belum aku ketahui, dan ia beramal dengan ilmunya, (sedang aku beramal dengan kebodohanku, maka sungguh tiada diragukan bila ia lebih baik dariku).’
Bila yang engkau jumpai adalah seorang yang bodoh, tidak berilmu, katakanlah, ‘Sungguh orang ini, bilapun berbuat dosa, ia berbuat dosa dengan kebodohannya, sedangkan aku berbuat dosa dengan ilmuku, dan sungguh aku tidak tahu bagaimana keadaannya di saat-saat kematian datang menjemput dan tidak tahu pula bagaimana diriku di saat-saat kematian menjemput diriku nantinya.’
Bila yang engkau jumpai adalah seorang yang kafir, katakanlah, ‘Sungguh aku tidak tahu, boleh jadi kelak ia akan mati dengan husnul khatimah dan amal yang baik sedang aku boleh jadi pula akan menjadi kafir dan mati dalam keadaan su’ul khatimah — na`udzu billahi min dzalik (Sehingga, bila demikian adanya, sungguh tiada diragukan bila ia akan lebih baik dariku)’.”
Adapun ungkapan beliau, “…dan jadilah engkau seseorang di antara manusia”, maknanya adalah bahwa sesungguhnya Allah SWT membenci melihat seorang hamba yang membeda-bedakan diri dari orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi SAW.
Itulah sebabnya, sebagian ulama banyak mendawamkan doa ini dalam munajat mereka.
Allaahummaj‘alnii shabuuraa waj‘alni syakuuraa waj‘alni fi ‘ainii shaghiiraa wa fii a‘yuninnasi kabiiraa.
“Ya Allah, jadikanlah hambamu ini seorang yang sabar, dan jadikanlah daku seorang hamba yang senantiasa bersyukur atas segala karunia-Mu. Jadikanlah daku seorang hamba yang senantiasa merasa kecil dalam pandangan mataku dan besar dalam pandangan manusia.”
Maknanya, orang-orang yang hatinya penuh dengan sifat-sifat kasih sayang dan belas kasih terhadap siapa pun yang ada di atas permukaan bumi, baik dari kalangan anak Adam bahkan juga hewan, selain hewan-hewan yang diperintahkan untuk membunuhnya, dengan berbuat kebaikan terhadap mereka, niscaya Yang Maha Rahman akan mengasihi dan mencintainya. Karena itulah sayangi dan belas kasihilah siapa pun yang dapat engkau sayangi dari berbagai macam dan jenis makhluk Allah SWT, bahkan yang tidak memiliki akal sekalipun, dengan memberikan kasih sayang, berbuat baik kepada mereka, dan banyak mendoakan mereka dengan doa rahmat dan ampunan, niscaya kalian akan disayangi dan dikasihi oleh para malaikat dan Dia, Yang rahmat-Nya meliputi bagi seluruh penduduk langit, yang jumlah mereka jauh lebih besar dari jumlah penduduk bumi.
Seorang shalihin bermimpi bertemu Imam Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali pun ditanya, “Apa yang Allah SWT perbuat padamu?”
Imam Al-Ghazali menjawab, “Aku dibawa dan dihadapkan di hadapan-Nya kemudian Allah SWT berfirman kepadaku, ‘Dengan bekal apa engkau menghadap-Ku?’
Maka aku pun mulai menyebutkan amal-amalku.
Lalu Allah SWT berfirman, ‘Aku tidak menerimanya. Sesungguhnya yang Aku terima darimu adalah saat suatu hari seekor lalat singgah di atas tempat tintamu untuk minum darinya di saat engkau tengah menulis. Kemudian engkau tidak melanjutkan menulis sampai lalat itu kenyang menghirup darinya karena engkau berbelas kasih terhadapnya.’
Kemudian Allah SWT berfirman, ‘Wahai para malaikat-Ku, bawalah hambaku ini dan hantarkan ia ke dalam surga’.”
Teramat mahalnya nilai kasih sayang ini, bahkan Syaikh Nawawi menegaskan, dan di antara sebab yang mendatangkan khusnul khatimah di antaranya adalah mendawamkan doa berikut ini:
Allaahumma akrim hadzihil-ummatal muhammadiyyah bi jamiili ‘awa-idika fid-daarain ikraaman liman ja‘altahaa min ummatihi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam.
“Ya Allah, muliakanlah umat Nabi Muhammad ini dengan semua anugerah-Mu di dunia dan akhirat sebagai bentuk penghormatan dari-Mu bagi mereka yang telah Engkau jadikan sebagai bagian dari umat Baginda Nabi SAW.”
Di antaranya pula mendawamkan doa berikut ini di antara sunnah Subuh dan fardhunya:
Allaahummaghfir li ummati sayyidinaa Muhammad. Allaahummarham ummata sayyidinaa muhaamad. Allaahummastur ummata sayyidinaa Muhammad. Allaahummajbur ummata sayyidinaa Muhammad. Allaahumma ashlih ummata sayyidinaa Muhammad. Allahumma ‘aafi ummata sayyidina Muhammad. Allahummahfazh ummata sayyidinaa Muhammad. Allahummarham ummata sayyidinaa Muhammad rahmatan ‘aammah ya rabbal‘aalamiin. Allaahummaghfir li ummati sayyidinaa muhmmad maghfiratan ‘aammah ya rabbal‘aalamiin. Allaahumma farrij ‘an ummati sayyidinaa muhammad farajan ‘aajilan ya rabbal ‘aalamiin.
“Ya Allah, ampunilah umat penghulu kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, rahmatilah umat penghulu kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, tutupilah (segala aib dan cela) umat penghulu kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, tamballah (segala kekuarangan) umat penghulu kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, perbaikilah (keadaan) umat penghulu kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, sehatkan dan sejahterakanlah umat penghulu kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, peliharalah umat penghulu kami, Nabi Muhammad. Ya Allah, rahmatilah umat penghulu kami, Nabi Muhammad, dengan rahmat yang menyeluruh, wahai Tuhan seru sekalian alam. Ya Allah, ampunilah umat penghulu kami, Nabi Muhammad, dengan ampunan yang menyeluruh, wahai Tuhan seru sekalian alam. Ya Allah, berikanlah kelapangan bagi umat penghulu kami, Nabi Muhammad, kelapangan yang segera tiada tertunda, wahai Tuhan seru sekalian alam.”
Juga dengan mendawamkan doa berikut ini:
Ya rabba kulli syai’ biqudratika ‘alaa kulli syai’ ighfir lii kulla syai’ wa laa tasalnii ‘an kulli syai’ wa laa tuhaasibnii fii kulli syai’ wa a‘thinii kulla syai’.
“Wahai Tuhan segala sesuatu, dengan kekuasaan-Mu atas segala sesuatu, ampunilah aku atas segala sesuatu (dari kesalahan yang aku lakukan), jangan Engkau pertanyai aku tentang segala sesuatu (dari dosa dan kedurhakaan yang aku perbuat), jangan Engkau hisab aku pada segala sesuatu (dari semua keburukan yang aku berani untuk melakukannya), dan karuniakanlah kepadaku segala sesuatu (dari segala kebaikan di dunia dan akhirat).”
Sumber : Majalah Alkisah dari kitab : Nashaih al-‘Ibad Syarh al-Munbbihat ‘ala al-Istimdad li Yaum al-Ma‘ad li Al-Imam Syihab ad-Din Ahmad ibn Hajar - Penulis : Syaikh Muhammad An-Nawawi bin Umar Al-Jawi Penerbit : Penerbit Maktabah Karya Thoha Putra, Semarang