Aku adalah seorang wanita nakal yang tak sedikit pun memiliki rasa taat kepada Allah. Aku selalu berhias, memperindah tubuhku demi menarik perhatian para lelaki.
Aku tak pernah sama sekali menempelkan keningku di atas sajadah. Bahkan, aku benar-benar melupakan bagaimana shalat yang baik dan benar.
Meski begitu, aku adalah seorang pengajar. Di antara para guru wanita, hanya akulah yang masih belum menikah. Dan aku juga yang tak memiliki rasa malu kepada sopir yang biasa mengantar kami: aku tak malu mengajaknya mengobrol dan bercanda seolah salah satu kerabat dekat.
Hingga pada suatu pagi, aku bangun terlambat. Saat itu teman yang biasanya satu mobil denganku tidak terlihat.
Saatkutanyakan pada sopir di mana teman-temanku, dia katakan bahwa temanku itu sedang sakit, ada juga yang tengah melahirkan.
"Baiklah, karena perjalanannya cukup jauh, aku akan tidur." gumamku dalam hati.
Selang beberapa lama, aku terbangun dari tidurku. Saat itu aku benar-benar kaget lantaran berada di tempat asing setelah membuka kaca jendela.
"Di mana ini? Apa yang terjadi? Ke mana kau akan membawaku, pak Sopir?" tanyaku dengan perasaan was-was.
"Tenang saja, kau akan tahu,"
Semakin jauh mobil melaju, aku pun semakin sadar bahwa sopir itu memiliki rencana buruk. Aku memiliki firasat bahwa ia ingin menculik dan memperkosaku.
"Pak Sopir, Apa kau tak takut kepada Allah? Apa kau tak takut dengan hukuman-Nya?" tanyaku dengan sedikit gemetaran ditubuhku.
"Dan kau sendiri, apakah tak takut kepada Allah? Saat kau tertawa-tawa dan bercanda denganku. Bahwa dengan perilakumu telah membuatku tergoda? Dan kini aku tak akan melepaskanmu sebelum menikmati tubuhmu."
Medengar itu tangisku meledak. Air mataku tumpah. Ditambah dengan rasa ketakutan yang menyelinap di dalam hati. Aku berusaha berteriak meminta pertolongan hingga suara serak dan hampir habis. Namun berakhir sia-sia. Siapa pula yang bisa mendengar di gurun pasir tanpa penghuni ini.
"Baiklah, biarkan aku mengerjakan shalat dua raka'at. Mungkin saja Allah mau mengasihani dan memberi pertolongan." kataku pada sopir jahat itu.
Ia pun mengijinkanku, aku pun keluar dari mobil bagai seorang tawanan yang akan menghadapi kematian. Seolah-olah inilah detik-detik terakhir hidupku.
Aku shalat semampuku saat itu. Dan perlu kau ketahui, bahwa inilah shalat pertamaku. Pertama kalinya aku menghadap dan bersujud pada Sang Pencipta. Pertama kali pula tangan ini menadah ke langit, dengan terisak-isak memohon pertolongan-Nya.
Usai shalat, tiba-tiba dari kejauhan tampak sebuah mobil yang kukenali. Ya, itu mobil saudara laki-lakiku.
Aku segera meloncat-loncat girang dan gembira. Saat itu sopirku mencak-mencak, sembari ketakutan.
Saudaraku itu segera datang dan memukul sopir itu dengan kayu keras. Kemudian menyuruhku untuk masuk ke mobil.
"Bagaimana kalian bisa sampai di sini?" tanyaku, perasaanku saat itu benar-benar tenang.
"Tunggulah sampai rumah, kau akan mengetahuinya," jawab saudaraku yang satunya lagi.
Aku masih terheran-heran dan tak percaya dengan kejadian ini.
"Temuilah ibu, maka engkau akan tahu semuanya." perintah kedua saudaraku itu.
Aku segera menemui ibu di dapur, kemudian menceritakan semua kejadian yang menimpaku. Hingga membuatku menangis haru.
Ibuku yang mendengar ceritaku itu sangat terkejut,
"Bukankah Ahmad masih di Syarqiyyah dan Muhammad masih tidur di kamarnya?"
Aku kaget bukan kepalang, saat melihat saudaraku Muhammad tergeletak di atas tempat tidurnya. Saat aku tanyakan, dia tidak merasa berbuat apa-apa padaku.
Saat aku telepon Ahmad, dia bilang dia tidak ke mana-mana dan posisinya masih di Syarqiyyah.
Seketika tangisku pecah. Aku tersedu-sedu seketika. Aku percaya pasti Allah yang mengirimkan dua malaikat penolongnya untukku. Sesaat setelah aku melaksanakan shalat itu. Allahu Akbar! Semenjak itu aku pun bertaubat, mendekatkan diriku pada Allah.