Sahabat pembaca SaklarJiwa yang beriman, Sebelum kita masuk dalam pembahasan mari kita telisik dahulu pengertian dari Miskin.
Miskin adalah sebuah kondisi dimana seseorang memiliki ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan lain-lain. Menurut Imam Syafi'i Fakir adalah orang yang tidak, memiliki harta atau keterampilan dan kesempatan kerja sama sekali atau memiliki namun tidak mencukupi setengah dari kebutuhan primernya untuk kebutuhan dirinya dan orang yang menjadi tanggung jawab nafakalhnya selama umur ghálib. Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki harta namun tidak mencukupi kebutuhan hidupnya secara penuh.
Kondisi ini tidak disenangi oleh semua orang dan ini adalah normal secara naluri, karena orang dengan fakir dan miskin sering kali dipandang sebelah mata dalam kancah status sosial.
Kemiskinan bukanlah bencana besar, ia merupakan anugerah dari Allah taala sebagaimana akan kami jelaskan dibawah ini ;
Keutamaan orang miskin
Dalam Islam, status miskin adalah suatu kemuliaan (anugerah) karena memiliki banyak keutamaan dan keringanan dari Allah swt.
Orang miskin miliki hak mendapat banyak keutamaan ketika mau dan mampu melakukan hal berikut;
1. Dengan kemiskinan ia mampu bersabar menunaikan kewajibannya beribadah kepada Allah
2. Dengan kemiskinan ia mampu bersabar untuk menahan diri dari berbuat aniaya baik atas dirinya maupun atas orang lain serta meninggalkan segala larangan Allah.
3. Dengan kemiskinan ia mampu bersabar untuk selalu berjuang mencari rezeki halal, mampu bersabar menahan diri dari meminta-minta.
Orang miskin merupakan golongan yang banyak masuk syurga
Dari Harits bin Wahb radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia berkata,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ ، أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kuberitahu pada kalian siapakah ahli surga itu? Mereka itu adalah setiap orang yang lemah dan dianggap lemah oleh para manusia, tetapi jika ia bersumpah atas nama Allah, pastilah Allah mengabulkan apa yang disumpahkannya. Maukah kuberitahu pada kalian siapakah ahli neraka itu? Mereka itu adalah setiap orang yang keras, kikir dan gemar mengumpulkan harta lagi sombong” (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Orang yang lemah yang dimaksud adalah orang yang diremehkan orang lain karena keadaan yang lemah di dunia (alias: miskin). Ini cara baca mutadho’af dalam hadits. Bisa juga dibaca mutadho’if yang artinya orang yang rendah diri dan tawadhu’. Al Qadhi menyatakan bahwa yang dimaksud orang yang lemah adalah orang yang lembut hatinya dan tawadhu’. (Syarah Shahih Muslim, 17: 168).
Doa Orang miskin mengandung Keberkahan
Dalam hadits disebutkan bahwa Sa’ad menyangka bahwa ia memiliki kelebihan dari sahabat lainnya karena melimpahnya dunia pada dirinya, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ
“Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian” (HR. Bukhari no. 2896).
Dalam lafazh lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذَهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا: بِدَعْوَتِهِمْ، وَصَلاَتِهِمْ، وَإِخْلاَصِهِمْ.
“Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka” (HR. An Nasai no. 3178. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
“Ibadah orang-orang lemah dan doa mereka lebih ikhlas dan lebih terasa khusyu’ karena mereka tidak punya ketergantungan hati pada dunia dan perhiasannya. Hati mereka pun jauh dari yang lain kecuali dekat pada Allah saja. Amalan mereka bersih dan do’a mereka pun mudah diijabahi (dikabulkan)”. Al Muhallab berkata, “Yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan adalah dorongan bagi Sa’ad agar bersifat tawadhu’, tidak sombong dan tidak usah menoleh pada harta yang ada pada mukmin yang lain”
Orang miskin lebih dulu masuk syurga dari orang kaya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
“Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Diterangkan dalam Tuhfatul Ahwadzi (7: 68) sebagai berikut.
Satu hari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,
وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47). Oleh karenanya, setengah hari di akhirat sama dengan 500 tahun di dunia.
Adapun firman Allah Ta’ala,
فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS. Al Ma’arij: 4). Ayat ini menunjukkan pengkhususan dari maksud umum yang sebelumnya disebutkan atau dipahami bahwa waktu tersebut begitu lama bagi orang-orang kafir. Itulah kesulitan yang dihadapi orang-orang kafir,
فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (٨) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (٩) عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ (١٠)
“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (QS. Al Mudatsir: 8-10).
Keringanan orang miskin
Karena kekurangannya ia tak berkewajiban mengeluarkan zakaat maal.
Sebab kelemahannya dalam finansial tidak bedosa meninggalkan kewajibannya berhaji.
Berkesempatan berhaji tanpa pergi ke mekkah madinah, dengan mengamalkan amalan amalan setara fahala haji.
B e r s a m b u n g . . . . .
Hasanah ini tidak bermaksud menganjurkan pembaca menjadi miskin atau bertahan dalam kemiskinan tetapi memotivasi untuk terus berjuang menjadi muslim yang kaya lagi dermawan.